Masker subjaringan (bahasa Inggris: subnet mask) adalah
istilah teknologi informasi yang mengacu kepada angka perduaan (binary)
32 bit yang digunakan untuk membedakan ID jaringan (network ID) dengan ID induk,
yakni: menunjukkan letak suatu induk, entah berada di jaringan
setempat atau di jaringan luar.
RFC 950 mengartikan
penggunaan sebuah pola upajaringan yang disebut juga sebagai sebuah pola alamat
(address mask) sebagai sebuah nilai 32-bit yang
digunakan untuk membedakan pengidentifikasi jaringan (network identifier)
dari pengidentifikasi induk (host identifier) dalam sebuah alamat IP.
Bit-bit pola upajaringan diberi arti sebagai berikut:
- Semua bit yang ditujukan agar digunakan oleh pengidentifikasi jaringan diatur ke nilai 1.
- Semua bit yang ditujukan agar digunakan oleh pengidentifikasi induk diatur ke nilai 0.
Setiap induk (host) di dalam
sebuah jaringan yang menggunakan TCP/IP membutuhkan sebuah pola upajaringan meskipun berada di
dalam sebuah jaringan dengan satu segmen saja. Entah itu pola upajaringan asali
(default subnet mask) (yang digunakan ketika memakai pengidentifikasi jaringan
berbasis kelas) ataupun pola upajaringan yang disuaikan (yang digunakan ketika
membuat sebuah upajaringan atau adijaringan (supernet)) harus diatur
pasang dalam setiap simpul (node) TCP/IP.
Representasi Subnet Mask
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk merepresentasikan subnet mask, yakni:
- Notasi Desimal Bertitik
- Notasi Panjang Prefiks Jaringan
Desimal Bertitik
Sebuah
subnet mask biasanya diekspresikan di dalam notasi desimal bertitik
(dotted decimal notation), seperti halnya alamat IP. Setelah semua bit
diset sebagai bagian network identifier dan host identifier, hasil nilai
32-bit tersebut akan dikonversikan ke notasi desimal bertitik. Perlu
dicatat, bahwa meskipun direpresentasikan sebagai notasi desimal
bertitik, subnet mask bukanlah sebuah alamat IP.
Subnet mask
default dibuat berdasarkan kelas-kelas alamat IP dan digunakan di dalam
jaringan TCP/IP yang tidak dibagi ke dalam beberapa subnet. Tabel di
bawah ini menyebutkan beberapa subnet mask default dengan menggunakan
notasi desimal bertitik. Formatnya adalah: <alamat IP www.xxx.yyy.zzz>,
<subnet mask www.xxx.yyy.zzz>
Perlu
diingat, bahwa nilai subnet mask default di atas dapat dikustomisasi
oleh administrator jaringan, saat melakukan proses pembagian jaringan
(subnetting atau supernetting). Sebagai contoh, alamat 138.96.58.0
merupakan sebuah network identifier dari kelas B yang telah dibagi ke
beberapa subnet dengan menggunakan bilangan 8-bit. Kedelapan bit
tersebut yang digunakan sebagai host identifier akan digunakan untuk
menampilkan network identifier yang telah dibagi ke dalam subnet. Subnet
yang digunakan adalah total 24 bit sisanya (255.255.255.0) yang dapat
digunakan untuk mendefinisikan custom network identifier. Network
identifier yang telah di-subnet-kan tersebut serta subnet mask yang
digunakannya selanjutnya akan ditampilkan dengan menggunakan notasi
sebagai berikut:
138.96.58.0, 255.255.255.0
Representasi panjang prefiks (prefix length) dari sebuah subnet mask
Karena
bit-bit network identifier harus selalu dipilih di dalam sebuah bentuk
yang berdekatan dari bit-bit ordo tinggi, maka ada sebuah cara yang
digunakan untuk merepresentasikan sebuah subnet mask dengan menggunakan
bit yang mendefinisikan network identifier sebagai sebuah network prefix
dengan menggunakan notasi network prefix seperti tercantum di dalam
tabel di bawah ini. Notasi network prefix juga dikenal dengan sebutan
notasi Classless Inter-Domain Routing (CIDR) yang didefinisikan di dalam
RFC 1519. Formatnya adalah sebagai berikut: /<jumlah bit yang digunakan sebagai network identifier>
Sebagai
contoh, network identifier kelas B dari 138.96.0.0 yang memiliki subnet
mask 255.255.0.0 dapat direpresentasikan di dalam notasi prefix length
sebagai 138.96.0.0/16.
Karena semua
host yang berada di dalam jaringan yang sama menggunakan network
identifier yang sama, maka semua host yang berada di dalam jaringan yang
sama harus menggunakan network identifier yang sama yang didefinisikan
oleh subnet mask yang sama pula. Sebagai contoh, notasi 138.23.0.0/16
tidaklah sama dengan notasi 138.23.0.0/24, dan kedua jaringan tersebut
tidak berada di dalam ruang alamat yang sama. Network identifier
138.23.0.0/16 memiliki range alamat IP yang valid mulai dari 138.23.0.1
hingga 138.23.255.254; sedangkan network identifier 138.23.0.0/24 hanya
memiliki range alamat IP yang valid mulai dari 138.23.0.1 hingga
138.23.0.254.
Menentukan alamat Network Identifier
Untuk
menentukan network identifier dari sebuah alamat IP dengan menggunakan
sebuah subnet mask tertentu, dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah
operasi matematika, yaitu dengan menggunakan operasi logika perbandingan
AND (AND comparison). Di dalam sebuah AND comparison, nilai dari dua
hal yang diperbandingkan akan bernilai true hanya ketika dua item
tersebut bernilai true; dan menjadi false jika salah satunya false.
Dengan mengaplikasikan prinsip ini ke dalam bit-bit, nilai 1 akan
didapat jika kedua bit yang diperbandingkan bernilai 1, dan nilai 0 jika
ada salah satu di antara nilai yang diperbandingkan bernilai 0.
Cara ini
akan melakukan sebuah operasi logika AND comparison dengan menggunakan
32-bit alamat IP dan dengan 32-bit subnet mask, yang dikenal dengan
operasi bitwise logical AND comparison. Hasil dari operasi bitwise
alamat IP dengan subnet mask itulah yang disebut dengan network
identifier.
Contoh:
Tabel Pembuatan subnet
Subnetting Alamat IP kelas A
Tabel berikut berisi subnetting yang dapat dilakukan pada alamat IP dengan network identifier kelas A.
Subnetting Alamat IP kelas B
Tabel berikut berisi subnetting yang dapat dilakukan pada alamat IP dengan network identifier kelas B.
Subnetting Alamat IP kelas C
Tabel berikut berisi subnetting yang dapat dilakukan pada alamat IP dengan network identifier kelas C.
Jumlah subnet
(segmen jaringan)
|
Jumlah subnet bit
|
Subnet mas1265132185131813k
(notasi desimal bertitik/
notasi panjang prefiks)
|
Jumlah host tiap subnet
|
0-1 | 0 | 255.255.255.0 atau /24 | 254 |
1-2 | 1 | 255.255.255.128 atau /25 | 126 |
3-4 | 3 | 255.255.255.192 atau /26 | 62 |
5-8 | 4 | 255.255.255.224 atau /27 | 30 |
9-16 | 5 | 255.255.255.240 atau /28 | 14 |
17-32 | 6 | 255.255.255.248 atau /29 | 6 |
Variable-length Subnetting
Bahasan di
atas merupakan sebuah contoh dari subnetting yang memiliki panjang tetap
(fixed length subnetting), yang akan menghasilkan beberapa subjaringan
dengan jumlah host yang sama. Meskipun demikian, dalam kenyataannya
segmen jaringan tidaklah seperti itu. Beberapa segmen jaringan
membutuhkan lebih banyak alamat IP dibandingkan lainnya, dan beberapa
segmen jaringan membutuhkan lebih sedikit alamat IP.
Jika proses
subnetting yang menghasilkan beberapa subjaringan dengan jumlah host
yang sama telah dilakukan, maka ada kemungkinan di dalam segmen-segmen
jaringan tersebut memiliki alamat-alamat yang tidak digunakan atau
membutuhkan lebih banyak alamat. Karena itulah, dalam kasus ini proses
subnetting harus dilakukan berdasarkan segmen jaringan yang dibutuhkan
oleh jumlah host terbanyak. Untuk memaksimalkan penggunaan ruangan
alamat yang tetap, subnetting pun diaplikasikan secara rekursif untuk
membentuk beberapa subjaringan dengan ukuran bervariasi, yang diturunkan
dari network identifier yang sama. Teknik subnetting seperti ini
disebut juga variable-length subnetting. Subjaringan-subjaringan yang
dibuat dengan teknik ini menggunakan subnet mask yang disebut sebagai
Variable-length Subnet Mask (VLSM).
Karena semua
subnet diturunkan dari network identifier yang sama, jika subnet-subnet
tersebut berurutan (kontigu subnet yang berada dalam network identifier
yang sama yang dapat saling berhubungan satu sama lainnya), rute yang
ditujukan ke subnet-subnet tersebut dapat diringkas dengan menyingkat
network identifier yang asli.
Teknik
variable-length subnetting harus dilakukan secara hati-hati sehingga
subnet yang dibentuk pun unik, dan dengan menggunakan subnet mask
tersebut dapat dibedakan dengan subnet lainnya, meski berada dalam
network identifer asli yang sama. Kehati-hatian tersebut melibatkan
analisis yang lebih terhadap segmen-segmen jaringan yang akan menentukan
berapa banyak segmen yang akan dibuat dan berapa banyak jumlah host
dalam setiap segmennya.
Dengan
menggunakan variable-length subnetting, teknik subnetting dapat
dilakukan secara rekursif: network identifier yang sebelumnya telah
di-subnet-kan, di-subnet-kan kembali. Ketika melakukannya, bit-bit
network identifier tersebut harus bersifat tetap dan subnetting pun
dilakukan dengan mengambil sisa dari bit-bit host.
Tentu saja,
teknik ini pun membutuhkan protokol routing baru. Protokol-protokol
routing yang mendukung variable-length subnetting adalah Routing
Information Protocol (RIP) versi 2 (RIPv2), Open Shortest Path First
(OSPF), dan Border Gateway Protocol (BGP versi 4 (BGPv4). Protokol RIP
versi 1 yang lama, tidak mendukungya, sehingga jika ada sebuah router
yang hanya mendukung protokol tersebut, maka router tersebut tidak dapat
melakukan routing terhadap subnet yang dibagi dengan menggunakan teknik
variable-length subnet mask.
33-64 6 255.255.255.252 atau /30 2